Selasa, 25 Juni 2013

Organoleptik Tekhnologi Hasil Perikanan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Sumber perikanan di Indonesia semakin hari semakin mencapai batas pemanfaatan maksimum untuk perikanan tangkap atau dengan kata lain telah mengalami overfishing. Kita melihat di era globalisasi ini, pertumbuhan penduduk Indonesia yang kian pesat, tidak dibarengi dengan pertumbuhan pangan yang seharusnya keduanya berbanding lurus.
Ikan merupakan sumber pangan hewani yang mengandung protein dengan nilai biologis yang tinggi. Kesadaran mengkonsumsi ikan dan pola gaya hidup sehat di Negara berkembang seperti Indonesia semakin meningkat. Laju permintaan akan hasil-hasil perikanan yang kian bertambah namun suplai ikan yang ada semakin menipis. Oleh karena itu, tuntutan utama adalah pemanfaatan hasil perikanan secara efisien dan optimum agar kebutuhan pangan dapat tetap terpenuhi. Salah satu usaha pengoptimalisasian hasil pangan dapat dilakukan dengan usaha diversifikasi dan pengembangan produk perikanan.
Sebagai contoh usaha diversifikasi hasil perikanan adalah pemanfaatan ikan-ikan yang menjadi limbah hasil tangkapan (by catch) menjadi produk surimi melalui pembuatan daging lumat (minched fish), pemanfaatan sumberdaya ikan lain yang sebelumnya tidak di gunakan seperti pemanfaatan daging kijing sebagai bahan baku pembuatan nugget, perpaduan antara pemanfaatan bahan pangan pertanian lokal dengan bahan hasil perikanan menjadi sebuah produk khas atau baru.
Seperti produk ilabulo yang merupakan makanan khas penduduk Sulawesi Utara. Pada umumnya makanan ini terbuat dari tepung sagu, namun jika melihat potensi daerah Gorontalo yang memiliki komoditi unggulan Jagung, maka kita patut mengoptimalkan penggunaan komoditas unggulan daerah tersebut. Salah satunya adalah adalah pemanfaatan tepung jagung pada pembuatan ilabulo. Karena merupakan produk yang baru, maka perlu dilakukan uji kesukaan panelis terhadap produk baru tersebut.
  
1.2              Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini adalah bagaimana penilaian kesukaan panelis secara organoleptik dan menganalisis sejauh mana pengaruh perlakuan pada produk ilabulo terhadap nilai panelis.

BAB II
DASAR TEORI
2.1       Ikan Patin (Pangasius sp)
            Ikan patin atau yag dikenal dengan catfish merupakan komdoitas baru dalam dunia perdagangan perikanan. Ikan ini menjadi popular sejak dasawarsa terakhir ini. Ikan patin memiliki karakteristik daging putihnya yang khas sebab ikan patin tergolong ikan demersal yang hidupnya diliang-liang sungai, dan digolongkan sebagai hewan omnivore (Suryaningrum, 2008 dan Khairuman & Sudenda 2009).
            Adapun taksonomi ikan patin (Saanin, 1984) adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Phyllum           : Chordata
Sub Phyllum    : Vertebrata
Kelas               : Pisces
Sub Kelas        : Teleostei
Ordo                : Ostariophysi
Sub Ordo        : Siluroidea
Famili              : Pangasidae
Genus              : Pangasius
Spesies            : Pangasius sp.
           
            Menurut Suryaningrum (2008) ikan Patin telah dimanfaatkan secara menyeluruh mulai dari kepala, daging, sirip, tulang ikan, dan kulit. Teknologi pengolahan ikan patin telah diterapkan pada teknologi pemfilletan ikan patin, pengolahan produk siap saji ikan patin, pemanfaatan limbah pada pembuatan tepung, gelatin, dan silase. Tersedianya stok ikan patin yang masih menjanjikan membuat komoditas ini memiliki prospek yang baik.



2.2       Ilabulo
            Ilabulo merupakan makanan khas daerah Sulawesi utara dan sekitarnya. Makanan ini sangat digemari oleh masyarakat di daerah ini khususnya Gorontalo. Sebagai makanan khas, ilabulo memanfaatkan bahan-bahan lokal seperti sagu, kelapa, dan daging /tetelan. Tepung sagu digunakan dalam pembuatan ilabulo akan memberikan tekstur yang kenyal dan warna yang gelap, santan dan daging/tetelan sebagai pemberi rasa gurih. Tetelan daging yang digunakan berasal dari daging sapi atau ayam sehingga rawan akan penyakit stroke, sebab bahan daging yang digunakan mengandung lemak tinggi.

2.3       Uji Organoleptik (Uji Penerimaan / Preferences Test)
Menurut Setyaningsih, dkk. (2010), Mutu organoleptik merupakan salah satu factor penting untuk mengukur tingkat kesukaan atau penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Uji penerimaan (Preference Test) adalah salah satu jenis penilaian secara organoleptik. Uji penerimaan terbagi atas dua yaitu Uji hedonik dan uji mutu hedonik. Uji hedonik diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan, juga mengemukakan tingkat kesukaan. Uji hedonik akan menggambarkan sejauh mana penilaian panelis yang berhubungan dengan tingkat kesukaan mereka pada tiap parameter mutu. Parameter dalam pengujian organoleptik terdiri atas penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur. (Fatimah, 2008).
            Penampakan dan warna merupakan parameter pertama untuk menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Penilaian terhadap parameter ini memenfaatkan indera penglihatan.
            Aroma merupakan salah satu factor penting bagi konsumen dalam memilih makanan yang disukai. Winarno (2002) mengatakan bahwa dalam banyak hal, kelezatan makanan ditentukan oleh aroma atau bau dari makanan tersebut.
            Rasa merupakan salah satu dari komponen cita rasa pangan yang menentukan kelezatan suatu bahan pangan. Rasa dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papilla lidah (Winarno, 2002)
Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan. Perubahan tekstur bahan dapat mengubah rasa dan aroma yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor (Winarno, 1991).




BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1       Waktu dan Tempat
            Adapun waktu pelaksanaan praktikum ini adalah Jumat, 28 Sepetember 2012 bertempat di R.K 7 Gedung Fakultas Pertanian

3.2       Bahan dan Alat
            Bahan yang digunakan adalah produk hasil diversifikasi berupa ilabulo yang diberi modifikasi perlakuan pada tepungnya. Berikut adalah  ke 5 jenis hasil perlakuan pada produk diversifikasi ikan Patin:
Tabel 1. Formulasi pada tiap perlakuan produk Ilabulo
Bahan (gr)
Ilabulo A
Ilabulo B
Ilabulo C
Ilabulo D
Ilabulo E
Tepung





            Sagu
25
30
40
10
20
Jagung
25
20
10
40
30
Bawang Putih
15
15
15
15
15
Bawang merah
10
10
10
10
10
Lada
2
2
2
2
2
Cabe rawit
5
5
5
5
5
Garam
2
2
2
2
2
Gula
1
1
1
1
1
Santan
50
50
50
50
50
            Sumber            : berdasarkan try and error
Sedangkan alat yang digunakan adalah Alat tulis menulis dan lembar skorsheet Uji Hedonik (Preference Test).

3.3       Metode Praktikum
            Adapun metode yang digunakan adalah metode analisis hedonik  Uji hedonik atau uji kesukaan (Preference test/Rating test) dimana panelis dimana untuk menunjukan tingkat kesukaan mereka. Skala hedonik dimulai 1-9,dimana masing-masing tingkat kesukaan diberi skor. Tingkat kesukaan yang negatif diberi skor yang rendah sedangkan tingkat kesukaan yang positif diberi skor tinggi. Nilai skor untuk masing-masing tingkat kesukaan adalah sebagai berikut: Amat sangat idak suka (1),sangat tidak suka (2), tidak suka (3), agak tidak suka (4),  netral (5), agak suka (6), suka (7), sangat suka (9), dan amat sangat suka (9). Jumlah parameter mutu meliputi penampakan, aroma, warna, rasa dan tekstur. dan jumlah panelis yang dipakai dalam uji hedonik adalah 30 orang (semiterlatih).

3.4       Analisis Data
            Data yang diperoleh dari panelis akan direkapitulasi pada masing-masing parameter mutu. Hasil uji sensori ini kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Kruskall-Wallis (non-parametrik). Apabila dalam perhitungan hasil menunjukan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji komparasi berganda (Multiple comparassion) untuk menunjukan apakah antara masing-masing perlakukan memiliki perbedaan (Kurniawan, 2007 dan Fatimah, 2008)


Dimana: T = (t - 1) (t + 1)
Keterangan :   ni    : Banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i
                        Ri   : Jumlah rangking dalam contoh ke-i
                        n     : Jumlah total data
                        t      : Banyaknya pengamatan seri dalam kelompok
                        H’   : H terkoreksi

Jika hasil yang diperoleh berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Multiple Comparison dengan formulasi sebagai berikut :


dimana
Keterangan :   Ri    : Rata-rata rangking dalam perlakuan ke-i
                        Rj    : Rata-rata rangking dalam perlakuan ke-j
                        N    : Banyaknya data
                        k     : Banyaknya perlakuan
                        ni    : Jumlah data perlakuan ke-i
                        nj    : Jumlah data perlakuan ke-j
                        Z     :Distribusi probabilitas normal baku


BAB IV
PEMBAHASAN

4.1       Penilaian panelis pada Parameter Penampakan
Setelah dilakukan penilaian oleh panelis pada parameter Penampakan maka diperoleh rata-rata penilaian yang dapat digambarkan dalam grafik di bawah ini :


Gambar 1. Penilaian rata-rata panelis pada parameter penampakan
            Dari nilai rata-rata pada gambar 1, dapat diketahui bahwa secara umum rata-rata panelis memiliki nilai kesukaan diatas nilai suka terendah (P). Perlakuan ilabulo C memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis sebesar 7.33 sedangkan perlakuan ilabulo E memiliki nilai kesukaan rata-rata terendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perlakuan ilabulo C memiliki campuran tepung sagu yang lebih banyak dibandingkan dengan tepung jagung (40gr dan 10gr) sehingga penampakan dari perlakuan ini hampir sama dengan ilabulo yang dipasarkan yang sepenuhnya berbahan sagu.
            Setelah dilakukan uji H, maka diperoleh nilai H pada taraf kepercayaan 95% lebih besar daripada nilai X2 (Chis-square) dimana nilai H sebesar 37,42 sedangkan X2 (Chis-square) bernilai 9. Hal ini menyatakan bahwa perlakuan berpengaruh nyata pada tingkat penerimaan panelis terhadap parameter penampakan.
            Setelah uji lanjut melalui multiple comparassion, maka diketahui bahwa setiap pasangan perlakuan menunjukan perbedaan, terdapat 1 pasangan perlakuan yang tidak memiliki perbedaan yaitu perlakuan pada ilabulo B dan ilabulo C, hal ini disebabkan karena tepung sagu yang lebih banyak dari tepung jagung masih memberikan pengaruh yang kuat pada penampakan. Sebab ilabulo pada umumnya terbuat dari tepung sagu.

4.2       Penilaian panelis pada Parameter Warna
            Setelah dilakukan uji organoleptik yang menunjukan tingkat kesukaan panelis, maka dapa diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan panelis untuk parameter warna berada di atas nilai mutu terendah (P terendah). Penilaian panelis dapat digambarkan dalam gsambar dibawah ini:
Gambar 2. Penilaian Rata-Rata Penelis terhadapa warna produk Ilabulo Ikan Patin
            Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa panelis masih dapat menerima produk Ilabulo dengan berbagai perlakuan dimana nilai suka rata-rata panelis berada di atas standar mutu terendah (P).  Ilabulo A memiliki nilai kesukaan rata-rata yang lebih rendah dari seluruh perlakuan yaitu sebesar 5,67 sedangkan Ilabulo C merupakan perlakuan yang mendapat nilai kesukaan tertinggi sebesar 6,67.
            Setelah dilakukan uji kruskall-wallis maka diketahui bahwa nilai dari H hitung 28,85 lebh besar dari nilai chis-square sebesar 9,49 pada taraf kepercayaan 95%. Karena H hitung lebih besar daripada nilai  chis-square maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap parameter Warna Ilabulo. Namun setelah dilakukan uji lanjut dengan analisis komparasi ganda, tidak ada pasangan perlakuan yang menunjukan perbedaan yang nyata. Rata-rata antar perlakuan dinilai sama.

4.3       Penilaian panelis pada Parameter Aroma
            Setelah dilakukan uji organoleptik yang menunjukan tingkat kesukaan panelis, maka dapa diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan panelis untuk parameter aroma berada di atas nilai mutu terendah (P terendah). Penilaian panelis dapat digambarkan dalam gsambar dibawah ini:
Gambar 2. Penilaian Rata-Rata Penelis terhadapa aroma produk Ilabulo Ikan Patin
            Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa panelis masih dapat menerima produk Ilabulo dengan berbagai perlakuan dimana nilai suka rata-rata panelis berada di atas standar mutu terendah (P).  Ilabulo D dan E memiliki nilai kesukaan rata-rata yang lebih rendah dari seluruh perlakuan yaitu sebesar 6,03 sedangkan Ilabulo C merupakan perlakuan yang mendapat nilai kesukaan tertinggi sebesar 6,67. Ilabulo C dengan modifikasi tepung sagu lebih banyak sebanyak 40 gr dan tepung jagung sebanyak 10 gr lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
            Setelah dilakukan uji kruskall-wallis maka diketahui bahwa nilai dari H hitung 34,05 lebih besar dari nilai chis-square sebesar 9,49 pada taraf kepercayaan 95%. Karena H hitung lebih besar daripada nilai  chis-square maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap parameter aroma Ilabulo. Namun setelah dilakukan uji lanjut dengan analisis komparasi ganda, tidak ada pasangan perlakuan yang menunjukan perbedaan yang nyata. Rata-rata antar perlakuan dinilai sama.

4.4       Penilaian panelis pada Parameter Rasa
Setelah dilakukan uji organoleptik yang menunjukan tingkat kesukaan panelis, maka dapa diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan panelis untuk parameter Rasa berada di atas nilai mutu terendah (P terendah). Penilaian panelis dapat digambarkan dalam gsambar dibawah ini:
Gambar 2. Penilaian Rata-Rata Penelis terhadapa rasa produk Ilabulo Ikan Patin
            Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa panelis masih dapat menerima produk Ilabulo dengan berbagai perlakuan dimana nilai suka rata-rata panelis berada di atas standar mutu terendah (P).  Ilabulo E memiliki nilai kesukaan rata-rata yang lebih rendah dari seluruh perlakuan yaitu sebesar 5,53 sedangkan Ilabulo C merupakan perlakuan yang mendapat nilai kesukaan tertinggi sebesar 7,23. Ilabulo C dengan modifikasi tepung sagu lebih banyak sebanyak 40 gr dan tepung jagung sebanyak 10 gr lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Masih kuatnya cirri khas tepung sagu, dipadukan dengan sedikit tepung jagung pada perlakuan C masih disukai oleh panelis dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
            Setelah dilakukan uji kruskall-wallis maka diketahui bahwa nilai dari H hitung 36,19 lebih besar dari nilai chis-square sebesar 9,49 pada taraf kepercayaan 95%. Karena H hitung lebih besar daripada nilai  chis-square maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap parameter rasa Ilabulo. Namun setelah dilakukan uji lanjut dengan analisis komparasi ganda, diketahui bahwa terdapat 1 pasangan perlakuan yang tidak memiliki perbedaan. Pasangan tersebut adalah pasangan D dan E. Perlakuan dengan modifikasi tepung jagung yang lebih banyak (D dan E) dapat dikatakan hampir sama.  
4.5       Penilaian panelis pada Parameter Tekstur
Setelah dilakukan uji organoleptik yang menunjukan tingkat kesukaan panelis, maka dapa diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan panelis untuk parameter tekstur berada di atas nilai mutu terendah (P terendah). Penilaian panelis dapat digambarkan dalam gsambar dibawah ini:
Gambar 2. Penilaian Rata-Rata Penelis terhadapa tekstur produk Ilabulo Ikan Patin
            Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa panelis masih dapat menerima produk Ilabulo dengan berbagai perlakuan dimana nilai suka rata-rata panelis berada di atas standar mutu terendah (P).  Ilabulo E memiliki nilai kesukaan rata-rata yang lebih rendah dari seluruh perlakuan yaitu sebesar 5,47 sedangkan Ilabulo C merupakan perlakuan yang mendapat nilai kesukaan tertinggi sebesar 6,9. Ilabulo C dengan modifikasi tepung sagu lebih banyak sebanyak 40 gr dan tepung jagung sebanyak 10 gr lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Masih kuatnya cirri khas tepung sagu, memberikan tekstur yang lebih kenyal. Hal ini sangat disukai oleh panelis
            Setelah dilakukan uji kruskall-wallis maka diketahui bahwa nilai dari H hitung 37,19 lebih besar dari nilai chis-square sebesar 9,49 pada taraf kepercayaan 95%. Karena H hitung lebih besar daripada nilai  chis-square maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap parameter tekstur Ilabulo. Namun setelah dilakukan uji lanjut dengan analisis komparasi ganda, diketahui bahwa terdapat 2 pasangan perlakuan yang tidak memiliki perbedaan. dan 2 pasangan perlakuan yang berbeda. Pasangan yang berbeda tersebut adalah pasangan D dan E, sedangkan pasangan yang tidak berbeda adalah pasangan A dan B. Perlakuan dengan modifikasi tepung jagung yang lebih banyak (D dan E) dapat dikatakan hampir sama. 


BAB V
PENUTUP
5.1       Kesimpulan
            Pada kesimpulannya, perlakuan dengan modifikasi tepung sagu 40 gr dan tepung jagung 10 gr merupakan produk yang paling disukai oleh panelis pada seluruh parameter mutu. Hal ini ditunjukan dengan perolehan nilai suka tertinggi untuk perlakuan C. Sedangkan perlakuan E (tepung jagung 40gr dan tepung sagu 10gr) merupakan produk modifikasi dengan nilai suka terendah. Hal ini disebabkan karena panelis masih dipengaruhi oleh ilabulo konvensional yang hampir seluruhnya terbuat dari tepung jagung.

5.2       Saran
            Penyusun dapat menyarankan untuk praktikum selanjutnya untuk dapat menganalisis mutu hedonik untuk produk ilabulo berbagai perlakuan.


DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, D. 2008. Efetivitas Penggunaan Asam Sitrat Dalam Pembuatan elatin Tulang Ikan Bandeng (Chanos-chanos forskal). [Skripsi]. Jurusan Kimia. Universitas Islam Negeri Malang. Malang.

Khairuman, Sudenda D. 2009. Budidaya Patin Secara Intensif. Revisi. Jakarta : PT Agomedia Pustaka.
Kurniawan, doni. 2007. Krusskal-Wallis Test. (http://ineddeni.wordpres) diakses tanggal 27 November 2012

Saanin H.  1984.  Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Bandung: Bina Cipta.
Suryaningrum, 2008. Ikan Patin: peluang ekspor, penanganan pasca panen dan diversifikasi produk olahannya. Squalen. 3(1) Juni 2008: 16-23

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka:Jakarta

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka:Jakarta