BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sumber
perikanan di Indonesia semakin hari semakin mencapai batas pemanfaatan maksimum
untuk perikanan tangkap atau dengan kata lain telah mengalami overfishing. Kita melihat di era
globalisasi ini, pertumbuhan penduduk Indonesia yang kian pesat, tidak
dibarengi dengan pertumbuhan pangan yang seharusnya keduanya berbanding lurus.
Ikan
merupakan sumber pangan hewani yang mengandung protein dengan nilai biologis
yang tinggi. Kesadaran mengkonsumsi ikan dan pola gaya hidup sehat di Negara
berkembang seperti Indonesia semakin meningkat. Laju permintaan akan
hasil-hasil perikanan yang kian bertambah namun suplai ikan yang ada semakin
menipis. Oleh karena itu, tuntutan utama adalah pemanfaatan hasil perikanan
secara efisien dan optimum agar kebutuhan pangan dapat tetap terpenuhi. Salah
satu usaha pengoptimalisasian hasil pangan dapat dilakukan dengan usaha
diversifikasi dan pengembangan produk perikanan.
Sebagai
contoh usaha diversifikasi hasil perikanan adalah pemanfaatan ikan-ikan yang
menjadi limbah hasil tangkapan (by catch) menjadi produk surimi melalui pembuatan daging lumat (minched fish), pemanfaatan sumberdaya ikan lain yang sebelumnya tidak di
gunakan seperti pemanfaatan daging kijing sebagai bahan baku pembuatan nugget, perpaduan antara pemanfaatan
bahan pangan pertanian lokal dengan bahan hasil perikanan menjadi sebuah produk
khas atau baru.
Seperti
produk ilabulo yang merupakan makanan
khas penduduk Sulawesi Utara. Pada umumnya makanan ini terbuat dari tepung
sagu, namun jika melihat potensi daerah Gorontalo yang memiliki komoditi
unggulan Jagung, maka kita patut mengoptimalkan penggunaan komoditas unggulan
daerah tersebut. Salah satunya adalah adalah pemanfaatan tepung jagung pada
pembuatan ilabulo. Karena merupakan produk yang baru, maka perlu dilakukan uji
kesukaan panelis terhadap produk baru tersebut.
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan praktikum ini adalah bagaimana penilaian kesukaan panelis secara
organoleptik dan menganalisis sejauh mana pengaruh perlakuan pada produk ilabulo
terhadap nilai panelis.
BAB II
DASAR TEORI
DASAR TEORI
2.1 Ikan Patin (Pangasius sp)
Ikan patin atau yag dikenal dengan catfish merupakan komdoitas baru dalam dunia perdagangan perikanan.
Ikan ini menjadi popular sejak dasawarsa terakhir ini. Ikan patin memiliki
karakteristik daging putihnya yang khas sebab ikan patin tergolong ikan demersal
yang hidupnya diliang-liang sungai, dan digolongkan sebagai hewan omnivore (Suryaningrum,
2008 dan Khairuman & Sudenda 2009).
Adapun taksonomi ikan patin (Saanin,
1984) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Sub Phyllum : Vertebrata
Kelas :
Pisces
Sub Kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Siluroidea
Famili :
Pangasidae
Genus :
Pangasius
Spesies :
Pangasius sp.
Menurut Suryaningrum (2008) ikan Patin telah dimanfaatkan
secara menyeluruh mulai dari kepala, daging, sirip, tulang ikan, dan kulit. Teknologi
pengolahan ikan patin telah diterapkan pada teknologi pemfilletan ikan patin,
pengolahan produk siap saji ikan patin, pemanfaatan limbah pada pembuatan
tepung, gelatin, dan silase. Tersedianya stok ikan patin yang masih menjanjikan
membuat komoditas ini memiliki prospek yang baik.
2.2 Ilabulo
Ilabulo merupakan makanan khas daerah Sulawesi utara dan
sekitarnya. Makanan ini sangat digemari oleh masyarakat di daerah ini khususnya
Gorontalo. Sebagai makanan khas, ilabulo memanfaatkan bahan-bahan lokal
seperti sagu, kelapa, dan daging /tetelan. Tepung sagu digunakan dalam
pembuatan ilabulo akan memberikan tekstur yang kenyal dan warna yang gelap,
santan dan daging/tetelan sebagai pemberi rasa gurih. Tetelan daging yang
digunakan berasal dari daging sapi atau ayam sehingga rawan akan penyakit
stroke, sebab bahan daging yang digunakan mengandung lemak tinggi.
2.3 Uji Organoleptik (Uji Penerimaan / Preferences Test)
Menurut
Setyaningsih, dkk. (2010), Mutu
organoleptik merupakan salah satu factor penting untuk mengukur tingkat
kesukaan atau penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Uji penerimaan (Preference Test) adalah salah satu jenis penilaian secara organoleptik. Uji
penerimaan terbagi atas dua yaitu Uji hedonik dan uji mutu hedonik. Uji hedonik
diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan, juga
mengemukakan tingkat kesukaan. Uji hedonik akan menggambarkan sejauh mana
penilaian panelis yang berhubungan dengan tingkat kesukaan mereka pada tiap
parameter mutu. Parameter dalam pengujian organoleptik terdiri atas penampakan, warna, aroma, rasa dan tekstur. (Fatimah,
2008).
Penampakan dan warna merupakan parameter pertama untuk
menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Penilaian
terhadap parameter ini memenfaatkan indera penglihatan.
Aroma merupakan salah satu factor penting bagi konsumen
dalam memilih makanan yang disukai. Winarno (2002) mengatakan bahwa dalam
banyak hal, kelezatan makanan ditentukan oleh aroma atau bau dari makanan
tersebut.
Rasa merupakan salah satu dari komponen cita rasa pangan
yang menentukan kelezatan suatu bahan pangan. Rasa dapat dikenali dan dibedakan
oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papilla lidah (Winarno, 2002)
Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi
citarasa yang ditimbulkan. Perubahan tekstur bahan
dapat mengubah rasa dan aroma yang timbul karena dapat mempengaruhi
kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor (Winarno, 1991).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Adapun waktu pelaksanaan praktikum ini adalah Jumat, 28
Sepetember 2012 bertempat di R.K 7 Gedung Fakultas Pertanian
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah produk hasil diversifikasi
berupa ilabulo yang diberi modifikasi perlakuan pada tepungnya. Berikut
adalah ke 5 jenis hasil perlakuan pada
produk diversifikasi ikan Patin:
Tabel 1. Formulasi pada tiap
perlakuan produk Ilabulo
Bahan
(gr)
|
Ilabulo
A
|
Ilabulo
B
|
Ilabulo
C
|
Ilabulo
D
|
Ilabulo
E
|
Tepung
|
|
|
|
|
|
Sagu
|
25
|
30
|
40
|
10
|
20
|
Jagung
|
25
|
20
|
10
|
40
|
30
|
Bawang Putih
|
15
|
15
|
15
|
15
|
15
|
Bawang merah
|
10
|
10
|
10
|
10
|
10
|
Lada
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
Cabe rawit
|
5
|
5
|
5
|
5
|
5
|
Garam
|
2
|
2
|
2
|
2
|
2
|
Gula
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Santan
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
Sumber : berdasarkan try and error
Sedangkan
alat yang digunakan adalah Alat tulis menulis dan lembar skorsheet Uji Hedonik (Preference Test).
3.3 Metode Praktikum
Adapun metode yang digunakan adalah metode analisis hedonik Uji hedonik atau uji kesukaan (Preference test/Rating test) dimana
panelis dimana untuk menunjukan tingkat kesukaan mereka. Skala hedonik dimulai
1-9,dimana masing-masing tingkat kesukaan diberi skor. Tingkat kesukaan yang
negatif diberi skor yang rendah sedangkan tingkat kesukaan yang positif diberi
skor tinggi. Nilai skor untuk masing-masing tingkat kesukaan adalah sebagai
berikut: Amat sangat idak suka (1),sangat tidak suka (2), tidak suka (3), agak tidak suka (4), netral (5), agak suka (6), suka (7), sangat suka (9), dan amat sangat suka (9). Jumlah parameter
mutu meliputi penampakan, aroma, warna,
rasa dan tekstur. dan jumlah panelis yang dipakai dalam uji hedonik adalah
30 orang (semiterlatih).
3.4 Analisis Data
Data yang diperoleh dari panelis akan direkapitulasi pada
masing-masing parameter mutu. Hasil uji sensori ini kemudian dianalisis dengan
menggunakan metode Kruskall-Wallis (non-parametrik).
Apabila dalam perhitungan hasil menunjukan pengaruh yang nyata, maka
dilanjutkan dengan uji komparasi berganda (Multiple
comparassion) untuk menunjukan apakah antara masing-masing perlakukan
memiliki perbedaan (Kurniawan, 2007 dan Fatimah, 2008)
Dimana: T = (t - 1) (t + 1)
Keterangan
: ni :
Banyaknya pengamatan dalam perlakuan ke-i
Ri : Jumlah rangking dalam contoh ke-i
n : Jumlah total data
t : Banyaknya pengamatan seri dalam kelompok
H’ : H terkoreksi
Jika
hasil yang diperoleh berbeda nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Multiple Comparison dengan formulasi
sebagai berikut :
dimana
Keterangan
: Ri : Rata-rata rangking dalam perlakuan ke-i
Rj : Rata-rata rangking dalam perlakuan ke-j
N : Banyaknya data
k : Banyaknya perlakuan
ni : Jumlah data perlakuan ke-i
nj : Jumlah data perlakuan ke-j
Z :Distribusi probabilitas normal baku
BAB IV
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
4.1 Penilaian panelis
pada Parameter Penampakan
Setelah
dilakukan penilaian oleh panelis pada parameter Penampakan maka diperoleh rata-rata penilaian yang dapat
digambarkan dalam grafik di bawah ini :
Gambar 1. Penilaian rata-rata
panelis pada parameter penampakan
Dari nilai rata-rata pada gambar 1,
dapat diketahui bahwa secara umum rata-rata panelis memiliki nilai kesukaan
diatas nilai suka terendah (P). Perlakuan ilabulo
C memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis sebesar 7.33 sedangkan perlakuan ilabulo E memiliki nilai kesukaan
rata-rata terendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perlakuan ilabulo C memiliki campuran tepung sagu yang lebih banyak dibandingkan
dengan tepung jagung (40gr dan 10gr) sehingga penampakan dari perlakuan ini
hampir sama dengan ilabulo yang
dipasarkan yang sepenuhnya berbahan sagu.
Setelah dilakukan uji H, maka
diperoleh nilai H pada taraf kepercayaan 95% lebih besar daripada nilai X2
(Chis-square) dimana nilai H sebesar
37,42 sedangkan X2 (Chis-square)
bernilai 9. Hal ini menyatakan bahwa perlakuan berpengaruh nyata pada tingkat
penerimaan panelis terhadap parameter penampakan.
Setelah uji lanjut melalui multiple comparassion, maka diketahui
bahwa setiap pasangan perlakuan menunjukan perbedaan, terdapat 1 pasangan
perlakuan yang tidak memiliki perbedaan yaitu perlakuan pada ilabulo B dan ilabulo C, hal ini
disebabkan karena tepung sagu yang lebih banyak dari tepung jagung masih
memberikan pengaruh yang kuat pada penampakan. Sebab ilabulo pada umumnya terbuat dari tepung sagu.
4.2 Penilaian panelis
pada Parameter Warna
Setelah dilakukan uji organoleptik yang menunjukan tingkat kesukaan
panelis, maka dapa diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan panelis untuk
parameter warna berada di atas nilai mutu terendah (P terendah). Penilaian
panelis dapat digambarkan dalam gsambar dibawah ini:
Gambar 2. Penilaian Rata-Rata
Penelis terhadapa warna produk Ilabulo
Ikan Patin
Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa panelis masih
dapat menerima produk Ilabulo dengan
berbagai perlakuan dimana nilai suka rata-rata panelis berada di atas standar
mutu terendah (P). Ilabulo A memiliki nilai kesukaan rata-rata yang lebih rendah dari
seluruh perlakuan yaitu sebesar 5,67 sedangkan Ilabulo C merupakan perlakuan yang mendapat nilai kesukaan
tertinggi sebesar 6,67.
Setelah dilakukan uji kruskall-wallis
maka diketahui bahwa nilai dari H hitung 28,85 lebh besar dari nilai chis-square sebesar 9,49 pada taraf
kepercayaan 95%. Karena H hitung lebih besar daripada nilai chis-square
maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap
parameter Warna Ilabulo. Namun
setelah dilakukan uji lanjut dengan analisis komparasi ganda, tidak ada
pasangan perlakuan yang menunjukan perbedaan yang nyata. Rata-rata antar
perlakuan dinilai sama.
4.3 Penilaian panelis
pada Parameter Aroma
Setelah dilakukan uji organoleptik yang menunjukan tingkat kesukaan
panelis, maka dapa diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan panelis untuk
parameter aroma berada di atas nilai mutu terendah (P terendah). Penilaian
panelis dapat digambarkan dalam gsambar dibawah ini:
Gambar 2. Penilaian Rata-Rata
Penelis terhadapa aroma produk Ilabulo
Ikan Patin
Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa panelis masih
dapat menerima produk Ilabulo dengan
berbagai perlakuan dimana nilai suka rata-rata panelis berada di atas standar
mutu terendah (P). Ilabulo D dan E memiliki nilai kesukaan rata-rata yang lebih rendah
dari seluruh perlakuan yaitu sebesar 6,03 sedangkan Ilabulo C merupakan perlakuan yang mendapat nilai kesukaan
tertinggi sebesar 6,67. Ilabulo C dengan modifikasi tepung sagu lebih banyak
sebanyak 40 gr dan tepung jagung sebanyak 10 gr lebih disukai oleh panelis
dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Setelah dilakukan uji kruskall-wallis
maka diketahui bahwa nilai dari H hitung 34,05 lebih besar dari nilai chis-square sebesar 9,49 pada taraf
kepercayaan 95%. Karena H hitung lebih besar daripada nilai chis-square
maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap
parameter aroma Ilabulo. Namun
setelah dilakukan uji lanjut dengan analisis komparasi ganda, tidak ada
pasangan perlakuan yang menunjukan perbedaan yang nyata. Rata-rata antar
perlakuan dinilai sama.
4.4 Penilaian panelis
pada Parameter Rasa
Setelah
dilakukan uji organoleptik yang menunjukan tingkat kesukaan panelis, maka dapa
diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan panelis untuk parameter Rasa berada
di atas nilai mutu terendah (P terendah). Penilaian panelis dapat digambarkan
dalam gsambar dibawah ini:
Gambar 2. Penilaian Rata-Rata
Penelis terhadapa rasa produk Ilabulo
Ikan Patin
Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa panelis masih
dapat menerima produk Ilabulo dengan
berbagai perlakuan dimana nilai suka rata-rata panelis berada di atas standar
mutu terendah (P). Ilabulo E memiliki nilai kesukaan rata-rata yang lebih rendah dari
seluruh perlakuan yaitu sebesar 5,53 sedangkan Ilabulo C merupakan perlakuan yang mendapat nilai kesukaan
tertinggi sebesar 7,23. Ilabulo C dengan modifikasi tepung sagu lebih banyak
sebanyak 40 gr dan tepung jagung sebanyak 10 gr lebih disukai oleh panelis
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Masih kuatnya cirri khas tepung sagu,
dipadukan dengan sedikit tepung jagung pada perlakuan C masih disukai oleh
panelis dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Setelah dilakukan uji kruskall-wallis
maka diketahui bahwa nilai dari H hitung 36,19 lebih besar dari nilai chis-square sebesar 9,49 pada taraf
kepercayaan 95%. Karena H hitung lebih besar daripada nilai chis-square
maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap
parameter rasa Ilabulo. Namun setelah
dilakukan uji lanjut dengan analisis komparasi ganda, diketahui bahwa terdapat
1 pasangan perlakuan yang tidak memiliki perbedaan. Pasangan tersebut adalah
pasangan D dan E. Perlakuan dengan modifikasi tepung jagung yang lebih banyak
(D dan E) dapat dikatakan hampir sama.
4.5 Penilaian panelis
pada Parameter Tekstur
Setelah
dilakukan uji organoleptik yang menunjukan tingkat kesukaan panelis, maka dapa
diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukaan panelis untuk parameter tekstur berada
di atas nilai mutu terendah (P terendah). Penilaian panelis dapat digambarkan
dalam gsambar dibawah ini:
Gambar 2. Penilaian Rata-Rata
Penelis terhadapa tekstur produk Ilabulo
Ikan Patin
Dari grafik diatas dapat digambarkan bahwa panelis masih
dapat menerima produk Ilabulo dengan
berbagai perlakuan dimana nilai suka rata-rata panelis berada di atas standar
mutu terendah (P). Ilabulo E memiliki nilai kesukaan rata-rata yang lebih rendah dari
seluruh perlakuan yaitu sebesar 5,47 sedangkan Ilabulo C merupakan perlakuan yang mendapat nilai kesukaan
tertinggi sebesar 6,9. Ilabulo C dengan modifikasi tepung sagu lebih banyak
sebanyak 40 gr dan tepung jagung sebanyak 10 gr lebih disukai oleh panelis
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Masih kuatnya cirri khas tepung sagu, memberikan
tekstur yang lebih kenyal. Hal ini sangat disukai oleh panelis
Setelah dilakukan uji kruskall-wallis
maka diketahui bahwa nilai dari H hitung 37,19 lebih besar dari nilai chis-square sebesar 9,49 pada taraf
kepercayaan 95%. Karena H hitung lebih besar daripada nilai chis-square
maka perlakuan berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis terhadap
parameter tekstur Ilabulo. Namun
setelah dilakukan uji lanjut dengan analisis komparasi ganda, diketahui bahwa
terdapat 2 pasangan perlakuan yang tidak memiliki perbedaan. dan 2 pasangan
perlakuan yang berbeda. Pasangan yang berbeda tersebut adalah pasangan D dan E,
sedangkan pasangan yang tidak berbeda adalah pasangan A dan B. Perlakuan dengan
modifikasi tepung jagung yang lebih banyak (D dan E) dapat dikatakan hampir
sama.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada kesimpulannya, perlakuan dengan modifikasi tepung
sagu 40 gr dan tepung jagung 10 gr merupakan produk yang paling disukai oleh
panelis pada seluruh parameter mutu. Hal ini ditunjukan dengan perolehan nilai
suka tertinggi untuk perlakuan C. Sedangkan perlakuan E (tepung jagung 40gr dan
tepung sagu 10gr) merupakan produk modifikasi dengan nilai suka terendah. Hal
ini disebabkan karena panelis masih dipengaruhi oleh ilabulo konvensional yang hampir seluruhnya terbuat dari tepung
jagung.
5.2 Saran
Penyusun dapat menyarankan untuk praktikum selanjutnya
untuk dapat menganalisis mutu hedonik untuk produk ilabulo berbagai perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, D. 2008. Efetivitas Penggunaan Asam
Sitrat Dalam Pembuatan elatin Tulang Ikan Bandeng (Chanos-chanos forskal). [Skripsi]. Jurusan Kimia. Universitas Islam
Negeri Malang. Malang.
Khairuman, Sudenda D. 2009. Budidaya Patin Secara
Intensif. Revisi. Jakarta : PT Agomedia Pustaka.
Kurniawan, doni. 2007. Krusskal-Wallis Test. (http://ineddeni.wordpres) diakses tanggal 27 November 2012
Saanin H.
1984. Taksonomi dan kunci
identifikasi ikan. Bandung: Bina Cipta.
Suryaningrum, 2008. Ikan Patin: peluang ekspor,
penanganan pasca panen dan diversifikasi produk olahannya. Squalen. 3(1) Juni
2008: 16-23
Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT.
Gramedia Pustaka:Jakarta
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT.
Gramedia Pustaka:Jakarta